Makalah 'Keyakinan Terhadap Adanya Tuhan'





oleh: Kd Prannewidwitha (IHDN DPS; 2011)
Klik show untuk melihat
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius dicirikan dengan setiap orang bangsa Indonesia memeluk suatu agama, sekaligus berarti mereka meyakini dan memuja Tuhan. Secara formal, tidak ada seorang pun warga negara Republik Indonesia yang tidak berketuhanan karena dasar negara Pancasila, walaupun kadar penghayatan terhadap kemahakuasaan Tuhan berbeda dan berjenjang antara penganut agama. Perbedaan tersebut akan terus terjadi sepanjang kehidupan manusia penganut agama. Hindu dengan ajarannya yang Sanatana Dharma memberikan kesempatan yang sama dan merata kepada semua umat penganutnya untuk pengamalan agama dengan Catur Marga. Melalui empat jalan itulah perbedaan karakter, kemampuan dan potensi serta budaya umat akan terakomudir dalam mewujudkan tujuan hidup beragama yakni jagadhita dan moksa.
Yang sering kita perbincangkan adalah “keberadaan Tuhan”. Ada pihak yang meragukannya, meskipun lebih banyak yang meyakiniNya. Memang mengatakan bahwa Tuhan merupakan sebuah pribadi saja tidak cukup, melainkan juga perlu pembuktiannya. Sentuhan ilmu pengetahuan telah membangkitkan kerakusan generasi muda Umat Hindu untuk tahu, meneliti dan mengoreksi apa yang telah diadatkan dan ditradisikan oleh nenek moyang mereka.
Dampak ilmu pengetahuan juga menyebabkan pemuda-pemuda dan cendekiawan Hindu tidak puas dengan upacara-upacara yang tradisional, dan melaksanakan agama dengan kepercayaan. Dengan tidak melepaskan kebersamaan, mereka ingin menghayati Tuhan sendiri-sendiri, tidak cukup dengan sembahyang pada waktu-waktu “Piodalan” dan hari-hari suci di pura saja. Mereka memerlukan kebebasan merenungkan hakekat Tuhan.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
2.1 Bagaimana sifat – sifat Tuhan ?
2.2 Bagaimana cara meyakini adanya Tuhan ?
2.3 Bagaimana wujud pelaksanaan meyakini Tuhan ?

1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah tersebut, dapat diketahui tujuan penulisan makalah ini adalah :
3.1 Untuk mengetahui dan memahami dari sifat –sifat dari Tuhan.

3.2 Untuk mengetahui bagaimana cara meyakini adanya Tuhan.
3.3 Untuk mengetahui wujud dari pelaksanaan dari meyakini adanya Tuhan.

1.4 Metode Penulisan
Data penulisan makalah ini diperoleh dengan metode studi kepustakaan. Metode studi kepustakaan yaitu suatu metode dengan membaca telaah pustaka tentang Keyakinan Terhadap Tuhan.

1.5 Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari makalah ini yaitu :
- Meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan.
- Lebih memahami cara meyakini keyakinan terhadap Tuhan.
- Mampu meningkatkan etika dalam bersikap.
- Dapat mendorong jiwa untuk lebih banyak berbuat baik.


















BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sifat – sifat Tuhan
 Kegaiban Dan Keajaiban Sifat Tuhan
Hyang Widhi Wasa Brahma atau Ciwa, Tuhan seru sekalian alam, walaupun ada dan mahakuasa, dapat mencipta, mengatur alam beserta isinya dengan kodrat kekuasaanNya sukar dibayangkan karena gaib dan keajaiban wujudNya. Sedangkan alam pikiran atau emosi kita sebagai perasaan cinta, sedih, gembira yang kita rasakan sehari-hari sukar dibayangkan apalagi wujud Tuhan yang amat abstrak itu. Bila kita bayangkan wujud perasaan cinta, marah, gembira, dengki yang kita rasakan dalam hidup sehari-hari sungguh mengherankan. Walaupun unsur-unsur pikiran itu ada namun seolah-olah tidak ada, dan sukar dibayangkan, karena suksma wujudnya. Demikian juga wujud Tuhan Hyang Widhi Waca , Beliau sering disebut wujud “hana tan hana “ yaitu wujud yang ada tetapi tidak ada. Karena gaibnya sering dalam sastra-sastra atau tatwa-tatwa, wujudNya itu dipersoalkan sebagai teka-teki balaka. Walaupun tidak bertubuh, tidak berdarah, tidak pernah makan, tidak pernah bernafas namun Tuhan hidup. Tuhan tidak berontak tapi dapat berfikir, tidak beralat perasaan atau berurat saraf namun dapat merasakan, tidak bertangan tetapi dapat melakukan pekerjaan, tidak bermata dapat melihat, tidak berhhidung dapat mencium, tidak bertelinga dapat mendengar walaupun kata hati segala makhluk sekalipun dapat didengarNya. Maka Beliau yang mengodratkan alam semesta, yang dimakanNya ialah sri-sari wujudNya, Dialah yang menjadi tujuan orang beriman, Ia tiada memerlukan hawa, karena Ia hawa dari hawa. Tiada memerlukan suara, karena Ia suara dari suara. Tiada berperasaan, karena Ia perasaan dari perasaan. Tiada memerlukan kesadaran, karena Ia sumber kesadaran. Demikianlah kegaiban dan keajaiban Hyang Widhi yang karena abstrak (suksma) wujudNya sukar dibayangkan dan mengagumkan.
 Hyang Widhi Waca Sebagai Hyang Tunggal Dengan Tricakti
Dengan memperhatikan keanehan-keanehan dan luas alam semesta dengan berjuta-juta jenis isinya serta seimbang dan harmony jalinan antara yang satu dengan yang lain, maka timbullah kekaguman di dalam hati kita bagaimana besarnya kekuasaan Pencipta dan Pengaturnya, bagaimana agung sifat Pencipta dan Pengatur Yang Maha Kuasa yang kita sebut Tuhan, Hyang Widhi waca, Ciwa atau Brahma. Didalam kitab filsafat kerohanian Hindu sebagai Upanisad dan Tattwa-tattwa ajaran Ciwa banyaklah tercantum renungan-renungan mengenai wujud dan sifat agung Tuhan, Hyang Widhi Waca itu sebagai Hyang Tunggal. Di dalam Rg. Weda Samhita tercantum suatu sajak yang berbunyi :
“Ekam sat wipra bahudha wadanti
Agnim, Yamam, Mattriwanam”.
Hanya terdapat satu Kebenaran Yang Mutlak. Orang bijaksana menyebut dengan berbagai nama. Agni, Yama Matariswan.
Demikian juga Upanisad bagian Weda yang terakhir menyebut :

“Ekam Ewa adwityam Brahma”
Hanya ada satu Tuhan (Brahma) tidak ada yang kedua.
Memperhatikan wahyu yang dilimpahkan kepada para Rsi Weda sebagai yang tersebut diatas teranglah bahwa hanya terdapat satu kekuasaan yang mengadakan ( Utpatti ), memelihara (Sthiti), dan mengembalikan pada asalnya ( Pralina )segala yang ada di alam.
Tuhan hanya satu, umat Hindu di Indonesia memberi gelar Sang Hyang Widhi Waca, Widhi artinya takdir dan Waca yang Maha Kuasa. Widhi Waca berarti Yang Maha Kuasa Yang Menakdirkan segala yang ada. Dia disebut juga bhatara Ciwa Pelindung Yang Termulia. Dia diberi gelar juga Sanghyang Mahadewa. Dewa Yang Tertinggi. Banyak gelar lagi yang dipersembahkan oleh umat Hindu di Bali kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagai Sang Hyang Parameswara Raja Termulia, Parama Wicesa, Maha kuasa, Jagat Karana Pencipta Alam dan lain-lainnya. Sebagai pencipta Ia bergelar Brahma (Utpatti) didalam aksara Ia disimbulkan dengan huruf ‘A’. sebagai pemelihara dan Pelindung (Sthiti) Ia disebut Wisnu., sebagai simbulnya ialah huruf ‘U’ dan sebagai Tuhan yang mengembalikan segala isi alam kepada sumber asalnya (Pralina) Ia bernama Ciwa Rudra. Ciwa Rudra sering juga disebut Icwara, simbulnya dalam aksara ialah ‘M’. Di dalam perwujudannya sebagai Brahma Pencipta, Wisnu Pemelihara dan Ciwa Rudra Pengembali keasalnya Ia disebut Trimurti. Trimurti adalah tiga perwujudan dan dari tiga kemaha kuasaan Tuhan Ciwa Yang Maha Tunggal yang disebut Trisakti yaitu Utpatti (mencipta), Sthiti (memelihara) dan Pralina (mengembalikan keasalnya), Tuhan Ciwa Mahadewa, Yang Maha Esa dan Maha Kuasa disimbulkan dengan aksara “OM” (A.U.M) yang disebut juga Omkara atau ‘Pranawa’.
Oleh karena itu tiap – tiap mantra harus dimulai dengan suara OM, sebagai inti kekuatan doa mantra itu hendaknya dapat menggentarkan alam semesta. Tuhan Yang Maha Tunggal, Ciwa Mahadewa, adalah Tuhan yang kekal dan abadi tiada berawal dan berakhir (Anadi dan Ananta) tidak ada yang menciptakan atau melahirkan, melainkan mencipta atau melahirkan diri sendiri.
Oleh karena itu Ia disebut ‘Swayambhu’
Swayam – sendiri, dan bhu – lahir. Di dalam perwujudanNya sebagai sumber kekuatan hukum alam dan sumber hidup segala makhluk ia disebut Parama Ciwa atau Nirguna Brahma. Parama Ciwa (Nirguna Brahma) adalah Roh atau Paramatma, Bhuwana Agung Makro Cosmos dan Jiwatma, Atma atau Ciwatma adalah bagianNya yang menjadi roh tiap – tiap makhluk. Parama Ciwa (Nirguna Brahman) bersenyawa dengan kekuatan hukum kodratnya (Cakti) yang juga disebut Maya Tattwa atau Acetana, hingga menjadi maha kuasa dan bergelar Sada Ciwa atau Saguna Brahma atau Icwara yang mengadakan, memelihara pada waktu alam tercipta (Srsti) dan melenyapkan alam semesta kedalam kekosongan pada waktu kiamat (Pralaya).
 Tuhan Hyang Widhi Maha Ada
Maha Ada, maksudnya bahwa Hyang Widhi :
a. Selalu ada dan tidak pernah tiada
b. Ada tanpa ada yang mengadakan (Swayambhu)
c. Tiada ruang dan waktu dimana Tuhan tiada

d. Tiada awal dan tiada akhir (Anandi – Ananta)
e. Tiada sesuatu diluar atau disamping Hyang Widhi
f. Menjadi sumber segala yang ada.
Dari sifat Maha Ada itulah Hyang Widhi disebut bersifat Wibhu Sakti dan juga dinyatakan Wyapi Wyapaka Nirwikara, Sarwam khalu idam brahma, Sangkan paraning dumadi, narayanam ewedam sarwamyad bhutam yacca bhawyam, dan sebagainya. Bila makna “ Maha adanya “ Tuhan, itu berarti segala yang ada di Tri Bhuwana atau di Sapta Loka ini bersumber dari Tuhan dan selalu dikuasai serta dikendalikan oleh tuhan. Segala makhluk ( Sarwa Prani ) dikuasai dan berada dalam Tuhan sendiri termasuk Dewa –Dewa, dan tuhan dengan sebutan lain yang dipuja oleh setiap manusia dunia juga berada pada atau dalam Hyang Widhi.
 Tuhan Hyang Widhi Maha Esa
Maha Esa dalam hal ini mengandung makna bahwa Tuhan itu hanya satu dan tiada sesuatu diluar atau disamping Beliau. Hukum kemahakuasaan yang Beliau berlakukan di Mayapada inipun sama dan rata. Kesamaan produk dan pemberlakuan hukum terhadap segala yang ada di alam ini menjadi bukti bahwa Tuhan itu Esa. Apakah manusia di jagatraya ini percaya atau tidak, semua itu tidak dibutuhkan oleh Tuhan atau agama Hindu. Realitas yang menunjukkan Tuhan itu Maha Esa dapat dilihat benda – benda alam atau kondisi bhuwana alit, antara lain :
- Matahari hanya satu bagi planet bumi ini walaupun manusia bumi berbeda agama
- Hukum alam ( pasang – surut, panas – dingin, lahir – hidup – mati ) berlaku sama di bumi ini
- Struktur phisik manusia dunia sama sekalipun berbeda agama
Jika Tuhan itu ada lebih dari satu ( bukan Maha Esa ) tentu ciptaannya akan berbeda, atau ada sesuatu perbedaan mendasar pada phisik antara penganut agama seperti ada darah berwarna warni, struktur otak atau jantung atau ginjal berbeda – beda antar umat beragama yang berbeda. Dari kenyataan itu, tentulah Tuhan yang satu dan sama itu, yang diyakini, dipuja, disembah oleh semua penganut agama, walaupun dengan pemahaman, penghayatan, ritual, kharakter dan cara serta mantra yang berbeda – beda itu tidak dapat dibantah ke Esaan Beliau.
 Tuhan Sumber Segala Dan Maha Pengasih
Mengingat “Yang Maha Ada dan Maha Kuasa” hanya Esa, tentu Beliaulah sumber segala panas -dingin, kebahagiaan , bencana, kematian dan sebagainya bersumber dari beliau. Segala benda dan planet Tri Buwana bersumber dari Hyang Widhi termasuk manusia atau makhluk yang tidak percaya kepada Beliau. Segalanya diciptakan , dipelihara dan dipralina (didaur ulang ) oleh beliau melalui pemberlakuan hukum_Nya. Tidak ada sesuatu apapun yang tak terjamah oleh hukum kemahakuasaan Beliau. Tidak ada ruang dan waktu bagi segala sesuatu untuk bersembunyi dan menghindar dari jeratan hokum Nya. Oleh karena Hyang Widhi sebagai sumber segala maka Beliau juga Maha Pengasih. Artinya , Beliau senantiasa menganugrahi apapun yang diminta oleh manusia , asal persyaratan permohonan itu dipenuhi. Malahan Beliau akan memberikan kepada siapa saja segala hak mereka,

walaupun yang bersangkutan tidak meminta dan barangkali tidak mengetahui dirinya mempunyai hak atas sesuatu. Demikianlah Maha Kasih dan Maha Pemurahnya Beliau dalam memelihara ciptaanNya.
2.2 Cara Meyakini Adanya Tuhan
Manusia meyakini adanya Tuhan, karena manusia merasa bahwa ada kekuatan lain yang lebih besar dari dirinya, yang membuat dirinya ada di dunia. Tuhan menjadi tolok ukur bagi setiap tindakan yang diambil manusia, dan menjadi tujuan akhir dari perjalanan hidup manusia di dunia ini. Tuhan ada dimana-mana, dan tidak ada tempat dimana Beliau tidak ada. Cara yang paling mudah dan paling indah untuk meyakini Tuhan adalah melalui rasa. Untuk membangkitkan rasa agama, rasa cinta kepada Tuhan maka diperlukan suatu kondisi tertentu. Kondisi yang bisa menggiring agar rasa ke-Tuhanan muncul dan bergelora dengan mantap. Hal inilah yang menyebabkan umat Hindu membuat pura mereka ditempat-tempat yang indah, tempat-tempat bersejarah atau tempat-tempat yang bias membangkitkan kekaguman akan kebesaran Tuhan di samping dekat dan mudah dicapai oleh umatnya. Pura-pura Sad Khayangan di Bali yang merupakan pura-pura inti seperti Pura Besakih , Batur, Lempuyang, Uluwatu, Watukaru, Pucakmangu dan sebagainya semua penuh dengan ketenangan ,keindahan dan keagungan. Di tempat-tempat ini orang merasa dirinya kecil ditengah-tengah kebesaran dan keindahan alam yang diciptakan oleh Ida Shang Hyang Widhi. Dam kondisi yang demikin maka orang akan mudah mengagumi dan menghormati Tuhan, di tempat yang demikian rasa ego atau aku mulai melenyap diganti rasa kagum dan hormat maka konsentrasi pikiran kepada Tuhan pun akan lebih mantap dan terpusat. Bahan dan bentuk pura pun tidak dibuat menyerupai rumah tempat tinggal ataupun menyerupai gedung perkantoran. Bagi umat Hindu pura adalah Kahyangan tempat memuja kekuasaan Tuhan, karena itu dibuatlah pura itu dengan bentuk dan bahan lain dari yang lain, sehingga bila kita masuk pura maka perasaan pun seperti masuk kahyangan,dan Tuhan pun rasanya ada disana. Dengan rasa pula Tuhan lebih mudah dihayati. Memuja Tuhan yang ada di pura atau tempat ibadah lainnya adalah bukan kemauan akal karena akal jauh lebih terlambat untuk menghayati hal-hal yang abstrak.
 Keberadaan Tuhan Didasarkan Pada Pandangan Tentang Adanya Penyebab Utama (Causa Prima)
Segala sesuatu memiliki penyebab atau asal-muasal. Setiap hal ada latar belakangnya. Sesungguhnya di dunia ini tidak ada yang kebetulan. Semuanya memiliki dorongan (motivasi) dan tarikan (tujuan) dari terbentuknya atau terjadinya sesuatu. Baik itu suatu makhluk, benda, rumusan, atau suatu peristiwa. Logika ber-pikir seperti ini tidak harus dimiliki oleh seseorang yang sangat cendekia, namun dapat dimiliki oleh setiap orang, bahkan oleh seseorang yang dianggap terbodoh sekalipun. Sebagai contoh: Hari ini adalah kelanjutan dari hari yang lalu (kemarin), buah keluar dari sebuah pohon, anak lahir dari seorang ibu, pakaian adalah hasil tenunan kain, dan seterusnya. Nah, jika diusut secara historis semua hal di dunia ini, ujung-ujungnya akan berhenti pada suatu penyebab utama. Semua hal di dunia ini memiliki “benang merah”. Ujung dari “benang merah” inilah yang sering disebut sebagai causa prima. Causa prima tidak hanya menyebabkan atau memunculkan yang bersifat kebendaan, melainkan juga yang hidup atau bergerak-gerak. Causa prima juga dipahami sebagai sesuatu yang “hidup”. Itulah Tuhan. Causa prima adalah Tuhan.

 Keberadaan Tuhan Didasarkan Pada Keberadaan Alam Semesta
Alam semesta yang indah, tersusun rapi, saling berhubungan dan saling ketergantungan. Karak-teristik alam semesta yang demikian membuat setiap orang mau tidak mau mengakui bahwa alam semesta merupakan ciptaan Tuhan. Artinya, alam semesta tidak ada dengan sendirinya, melainkan hasil rancangan, karya, sekaligus pemeliharaan. Mekanisme alam dan ekosistem yang begitu mantap dengan adanya hukum alam (natural law) menyatakan betapa Pencipta alam semesta adalah pribadi yang hidup. Jika dipikirkan secara jernih tidak mungkin ada alam semesta tanpa pihak yang mengadakan dan mengurusnya. Sekali lagi, Dialah Tuhan yang melakukannya.
 Keberadaan Tuhan Didasarkan Pada Pandangan Umum Masyarakat Dunia
Harus diakui bahwa kebanyakan manusia di dunia ini percaya bahwa Tuhan itu ada dan hidup. Secara kuantitatif, jauh lebih banyak manusia di dunia ini yang mempercayai keberadaan Tuhan daripada yang tidak mempercayainya. Kepercayaan mereka atas keberadaan Tuhan dituangkan dalam beragam agama atau kepercayaan khusus. Bagaimanapun bentuk keagamaan itu, yang jelas semua agama meyakini keberadaan Tuhan. Agama atau kepercayaan khusus merupakan suatu sarana untuk mencari sekaligus meyakini keberadaan Tuhan. Terdapat pengakuan masyarakat dunia tentang keberadaan Tuhan sebagai bentuk pemahaman saja. Inilah yang disebut sebagai deisme, suatu paham pengakuan atas keberadaan Tuhan tanpa merumuskan liturgi, doktrin, dan etikanya, melainkan hanya didasarkan pada logika. Betapa banyaknya manusia di dunia ini yang mempercayai ke-beradaan Tuhan, termasuk mereka yang berpikiran cerdas. Oleh sebab itu, sangatlah sulit bagi kita untuk menyangkalnya.
 Keberadaan Tuhan Didasarkan Pada Adanya Peristiwa-Peristiwa Yang Dianggap Tidak Lazim, Aneh Atau Ajaib
Peristiwa-peristiwa seperti ini disebut juga sebagai mukjizat. Mukjizat adalah peristiwa yang luar biasa yang terjadi di luar koridor hukum alam, baik dari sudut waktu terjadinya maupun materinya. Sebagai contoh: Seseorang yang sedang sakit kanker stadium 4 mengalami kesembuhan secara mendadak tanpa obat padahal penyakit tersebut adalah penyakit yang sangat hebat. Contoh lain adalah seseorang yang sudah mati ternyata dapat hidup kembali. Peristiwa-peristiwa seperti ini jika dipikirkan secara logika saja akan sulit dipahami penyebabnya. Karenanya, mau tidak mau, harus diterima kenyataan akan keberadaan Tuhan sebagai pribadi yang mampu mengadakan mukjizat tersebut. Sekaligus menunjukkan bahwa Tuhan hidup karena tidak mungkin sesuatu yang mati mengerjakan peristiwa tersebut.
 Doa
Doa adalah salah satu cara yang paling mudah, tepat dan alamiah dalam menghubungkan diri dengan Tuhan. Doa adalah cetusan hati yang lugu dari kerendahan hati seseorang. Dalam agama Hindu Gayatri Mantram adalah doa yang paling mendalam dan mantap, karena itu dianjurkan untuk diucapkan setiap melakukan trisandhya, sembahyang tiga waktu, pagi, siang, dan sore bagi umat Hindu. Doa yang mengandung unsur pengakuan dan penyerahan diri adalah alat yang paling ampuh untuk meredakan kobaran kesombongan.

Tuhan sengaja menurunkan bencana dan penderitaan yang sukar diatasi untuk melumpuhkan keangkuhan manusia. Doa tidak dapat mengubah arus pengampunan, ia tetap seperti apa adanya.Tetapi doa dapat menjadikan kita sealiran dengan arusNya. Dengan berdoa orang maju mendekati Tuhan. Jika seorang umat maju selangkah maka Tuhan akan mendekati sepuluh langkah.
 Hyang Widhi Dipahami Secara Berjenjang
Dari sifat dan Prabhawa Hyang Widhi yang serba “Maha” dan serba “Nir” memang tidak mudah dipahami. Beliau juga bersifat neti-neti, artinya bukan ini dan juga bukan itu. Pada tingkatan pemahaman dan penghayatan tertentu akan diakui dan diyakini Hyang Widhi berbeda – beda dan beragam. Hal ini sangat tergantung dari tingkat penghayatan umat. Demikianlah Tuhan itu ada kalanya dibayangkan atau diyakini sebagai sosok yang indah, kasih, damai, seram, kejam, bengis, lembut, adil, besar, kecil, bijak, keras, kaku , cantik, bagus, berupa sinar, bayangan, tua, muda, tinggi, dan dinikmati oleh banyak orang secara beragam dalam waktu bersamaan. Itu adalah suatu kebenaran yang tak terbantahkan. Dalam hubungan inilah diiperlukan keyakinan yang mantap dan tulus serta penyerahan diri yang bulat kepada Hyang Widhi , yang tentu dilandasi ajaran agama secara utuh. Berbagai pengetahuan social, ekonomi, esok apalagi politik era sekarang tidak akan dapat mengantarkan orang ( penyembah Tuhan ) untuk semakin menghayati alam ketuhanan. Artinya, segala IPTEK hanya sebagai penunjang atau pendukung untuk mengamalkan konsep agama agar para penyembah Tuhan dapat masuk atau merasakan bahagia dan kesadaran.
 Rta, Hukum Alam Dan Hukum Karma
Sampai kini sangat banyak manusia dunia yang menyatakan diri sebagai penyembah Tuhan dan sangat yakin serta taat kepada Hyang Widhi , namun berfikir dan berperilaku bertentangan dengan hukum Hyang Widhi. Hal ini dapat dilihat pada penyembah Tuhan di sekitar kita :
- Banyak pemuja Tuhan tidak siap atau tidak rela dengan kematian atau perpisahan, padahal kematian atau perpisahan itu sebuah kepastian yang tak terbantahkan.
- Banyak yang menyatakan bahwa bencana alam terjadi karena Tuhan marah, padahal Tuhan tak pernah marah seperti bayangan manusia, dan bencana yang terjadi akibat aksi alam sebelumnya. Atau bencana itu sebagai sesuatu bentuk hukum alam.
- Apa yang terjadi, dialami dan dinikmati oleh setiap pemuja Tuhan / Hyang Widhi adalah reaksi ( phala ) dari aksi ( karma ) nya yang harus dia terima. Orang lain dan alam sekitarnya hanyalah sebagai perantara saja. Kenyataan ini sangat banyak penyenbah Tuhan tidak menghayatinya sehingga terjadi anggapan, dugaan, tuduhan bahwa kerugian , hambatan atau halangan serta kegagalan yang dialaminya disebabkan oleh orang lain. Namun jika kemujuran atau kesuksesan, sering dinyataka sebagai hasil usahanya sendiri. Inilah sebuah kemunafikan para penyembah Hyang Widhi.


Oleh karena hukum Rta, hukum alam dan hukum karma adalah wujud kemahakuasaan Tuhan yang tidak dapat dihindari oleh siapapun, maka setiap penyembah Tuhan hendaklah sabar dan tunduk terhadap hukum tersebut agar hidup ini menjadi lebih ringan, damai, tentram dan lebih bahagia. Tidak sedikit penganut agama di planet bumi ini hidupnya menjadi terbebani, gelisah, resah, sedih dan sebagainya. Akibat kurang memahami dan kurang menghayati hukum kemahakuasaan Hyang Widhi. Tidak jarang dan bahkan cukup banyak penyembah Tuhan yang fanatik justru tidak menghayati, kurang memahami dan bahkan tidak mau memahami secara utuh realisasi hukum-hukum Tuhan seperti :
- Lahir – hidup – mati
- Manusia bayi – anak-anak – remaja – dewasa- tua
- Pertemuan berakhir dengan perpisahan
- Hidup diliputi oleh suka – duka – cinta – bahagia
- Perputaran siang – malam – dan musim
- Hukumnya malam hari ; manusia mengantuk
- Setiap karma ( aksi ) pasti ada phala ( reaksi )
- Setiap phala pasti dating kepada yang berkarma.
Tugasnya kesengsaraan hidup di dunia terjadi karena awidya ( kegelapan ) atau kebodohan atau mengingkari hukum Tuhan ( hukum Rta, alam, karma ). Untuk itu manusia harus selalu dan terus menerus belajar, berlatih, bekerja atau yadnya dilandasi kesadaran, ikhlas dan kasih sayang.
 Fungsi Sabda Tuhan (Agama ) Dalam Kehidupan
Suksma Sarira manusia terdiri atas : budhi ( intelek dan kesadaran ), manah ( pikiran atau kecerdasan ) dan ahamkara ( ego dan rasa ). Dengan suksma sarira ini manusia mempergunakan dan menikmati segala sesuatu disekitarnya untuk mempermulia hidupnya. Demikianlah IPTEK dan agama sangat menolong hidup manusia. Namun tidak jarang IPTEK justru menyengsarakan kehidupan ini karena penggunaan IPTEK tanpa agama ( etika-moral-kemanisiaan ). Kenyataan menunjukkan banyaknya teknologi digunakan tanpa landasan agama yang utuh seperti :
Peledakan bom, pencetakan upal, ijasah dan dokumen palsu, penodongan atau perampokan di malam /siang hari, terror ancaman via telepon, pembunuhan dengan keji, perilaku saling merusak, memaki, memfitnah, penipuan dan sebagainya. Supaya pemuja Hyang Widhi dapat menjalani visi dan misi hidupnya. Maka patutlah agama ( sabda Tuhan ) dimanfaatkan sebagai :
1. Penuntun :
Agama penuh dengan berbagai tuntunan atau petunjuk yang patut ditaati jika ingin hidup ini rahayu. Mengingkari tuntunan Tuhan (agama) dan berakibat kesengsaraan, bukanlah kesalahan karena orang lain dan juga bukan kemarahan Tuhan.
2. Motivator :
Hukum karma mengajarkan bahwa hidup seseorang ditentukan oleh dirinya sendiri. Orang-orang disekitar kita dan berbagai media lainnya sarana atau alat bantu.


Dengan demikian setiap orang harus berusaha berbuat Subhakarma maksimal jangan pernah berharap bahwa kebahagiaan atau kemuliaan hidup itu akan datang dari orang lain.
Begitu juga derita, halangan, hambatan pasti bersumber dari dirinya sendiri. Menganggap orang lain sebagai sumber derita atau kegagalan diri, itulah salah satu bukti kebodohan ( awidya ).
3. Pengendali :
Agama mengajarkan bahwa tugas utama hidup ini adalah berbuat bijak dan apa yang mesti diterima atau apa yang mesti terjadi “terjadilah” karena itu bagian dari kehidupan seseorang dan hal itu tak terpisahkan serta tak terhindarkan. Oleh karena itu terima dengan tabah, jalani hidup ini dengan penuh tanggung jawab. Jangan nistakan atau hancurkan diri dengan melimpahkan tanggung jawab pada orang lain (menyalahkan orang lain sebagai sumber derita diri ). Jangan biarkan sedih, gelisah , iri, dendam, amarah, murung, sakit hati, menguasai kita karena semua itu hanya merugikan hidup diri sendiri.


2.3 Wujud Pelaksanaan Meyakini Tuhan
Jalan menuju Tuhan ialah cara dengan melakukan cara mana seseorang akan sampai kepada Tuhan atau pada wilayah Tuhan. Adalah hal yang wajar, untuk mencapai tempat yang dituju, orang harus mengenal tempat itu, dan demikian pula untuk sampai kepada Tuhan orang harus mengenal Tuhan.Tetapi pengetahuan kita tentang Tuhan serba terbatas. Demikian pula cara mengetahuinya terlalu berliku-liku sehingga dapat menyesatkan tanpa kesadaran dan berpikir selalu tentang Tuhan. Oleh karena itu, penggambaran untuk mengenal Tuhan itu dilukiskan seperti gambar SWASTIKA. Orang yang ingin pergi ke Bogor, setidak-tidaknya mengenal ciri-ciri yang dikatakan kota Bogor yang berbeda dengan kota lainnya. Orang harus mendapatkan petunjuk –petunjuk. Tanpa itu orang akan nyasar ketempat lain, lebih – lebih bagi orang asing yang akan pergi ketempat itu. Begitulah dapat kita umpamakan orang yang akan mencari jalan yang menuju pada Tuhan harus mengenal jalan-jalan itu dan mengenal mana-mana yang menuju pada Tuhan dan mengenal pada Tuhan itu. Salah satu petunjuk yang kita peroleh adalah keterangan yang mengatakan agar kita membaca Weda atau kitab suci agama. Karena didalam kitab suci itulah pertama-tama kita akan mendapatkan keterangan tentang Tuhan dan cara mencapai tujuan itu. Orang harus memuja Tuhan untuk sampai kepada Tuhan dan bukan lainnya.
Di dalam kitab Agni Purana, dikemukakan pula bahwa dengan memuja Rudra orang sampai kepada Rudra, dengan memuja Surya orang sampai kepada Surya, dengan memuja Wisnu orang sampai kepada Wisnu, dengan memuja Sakti orang sampai kepada Sakti. Oleh karena itu orang harus memuja Tuhan untuk sampai kepada Tuhan. Jadi, semua kitab suci Hindu itu dasarnya mengajarkan pemujaan kepada Tuhan.
Pemujaan itu bukanlah sekedar mencakupkan tangan , sekedar mengucapkan doa dan lagu sanjungan, dan bukanlah sekedar memikirkan tentang Tuhan. Sekedar sujud saja belum berarti memuja. Begitu pula sekedar menyanjung dalam lagu dan nyanyian belum tentu memuja. Banyak nyanyian yang kita dengar dalam upacara keagamaan atau dalam kehidupan kita sehari-hari. Ini bukan pemujaan atau Ini juga adalah pemujaan.

Manusia melagukan nyanyian-nyanyian tentang kebahagiaan tentang cinta, tentang penderitaan. Semuanya adalah kata hati yang digambarkan. Kita melagukan kebesaran Tuhan. Kita nyanyikan tentang kemuliaan Tuhan. Kita menghormati dan sujud kepada orang tua ,kita hormat kepada para pendeta. Semuanya juga berarti macam-macam. Yang terpenting dalam pemujaan adalah sifat menyerahkan diri sepenuh hati kepada yang dipuja. Menghubungkan diri artinya melakukan yoga. Yoga berasal dari kata Yuj dan dari kata itu kemudian lahir kata yoga. Cara melakukan hubungan inilah yang disebut sembahyang atau memuja menurut bahasa Sansekerta.
 Membuktikan Wujud Tuhan
Agama menyatakan bahwa sebenarnya sebagai pencipta alam semesta ini,diberi nama Tuhan. Para agamawan dalam membuktikan keberadaan tersebut memberikan berbagai macam argumen, dimana metode penggunaan dan penyampaian argumen tersebut sangat bergantung kepada disiplin ilmu masing-masing agamawan itu sendiri. Ada tiga metode yang digunakan sebagai argumen keberadaan Tuhan. Pertama: Metode yang dipakai oleh para teolog. Selain berlandaskan pada argumen akal, metode ini juga bertumpu pada teks-teks agama dan fenomena keberagamaan yang lain. Kedua: Metode yang dipakai oleh para filosof. Penggunaan argumen akal murni merupakan ciri khas metode kedua ini. Ketiga: Metode yang dipakai oleh para ahli mistik. Metode ini lebih bertumpu pada pembuktian keberadaan Tuhan melalui penglihatan mata batin yang didahului oleh penyucian jiwa. Metode pertama, selain memiliki cakupan argumen yang lebih luas, ia juga dapat dicerna oleh banyak kalangan dan lapisan. Karenanya metode tersebut lebih bersifat membumi dibanding dua metode lainnya. Oleh karena itu, dapat disaksikan betapa banyak agamawan yang memiliki kecenderungan teologis dibanding dengan kecenderungan filosofis dan mistis. Alhasil, walaupun metode mereka berbeda, namun tujuan mereka satu, yaitu mengungkap teka-teki tentang Tuhan. Hal itu mengingat, bahwa mereka meyakini Tuhan sebagai Dzat Yang bersifat absolut. Sedang manusia betapapun tinggi derajatnya tetap memiliki keterbatasan dan berbagai kekurangan. Merupakan satu hal yang mustahil, apabila wujud yang serba terbatas (manusia) mampu mengenal semua sisi wujud yang tidak terbatas (Tuhan). Para agamawan tersebut meyakini bahwa semua yang ada di alam semesta ini berasal dari Tuhan.
Tuhan dalam agama Hindu sudah jelas disebutkan dalam Weda bahwa Tuhan tidak berwujud dan tidak dapat digambarkan, bahkan dipikirkanpun tidak, tetapi kalau orang sembahyang tidak menggambarkan bentuk yang disembahitu, maka konsentrasinya tidak akan bisa sempurna. Meskipun tidak berwujud patung, orang yang sembahyang tentu menggambarkan Tuhan itu didalam hatinya, minimal dalam bentuk pikiran. Nama pun adalah sebuah simbul. Nama baru ada, kalau ada bentuk, walaupun bentuk yang bersifat abstrak. Istilah Tuhan adalah simbul untuk menamai bentuk pikiran yang tidak dapat dilukiskan karena abstraknya. Kecendrungan ingin melukiskan Tuhan dalam bentuk patung adalah suatu cetusan rasa cinta(bhakti). Demikianlah pula umat Hindu yang tergila-gila ingin menggambarkan Tuhan nya dengan membuat patung sebagai realisasi perasaan cintanya, dihias dan dipuja, dan tidak pernah terpikirkan dalam hatinya bahwa patung itu adalah sebuah kayu diukir. Barangkali tidak ada bedanya dengan upacara bendera dimana tidak pernah terpikirkan dalam hati kita, bahwa yang kita hormati dengan tegak dan khidmat hanyalah secarik kain yang kebetulan jadi bendera. Tuhan yang abstrak sulit dimengerti oleh orang awam.

Cara berfikir umat Hindu begitu sederhana, mereka menyadari bahwa beras yang ada di gentong bukan milik mereka yang sebenarnya, karena manusia tidak bisa membuat beras meskipun bisa menanam padi. Kenyataan tanpa api nasi tidak bisa menjadi masak, mereka menyadari tanpa bantuan dewa-dewa dan leluhur, mereka tidak bisa menjadi manusia yang beradab. Meskipun rumah sekedar benda mati, tetapi telah banyak jasanya memberi perlindungan dari kepanasan dan kehujanan. Tuhan telah menyampaikan kasih Beliau melalui bermacam-macam jalan. Semua yang dimakan dan semua yang membantu terjadinya makanan adalah milik Tuhan, oleh karena itu kepada Tuhanlah persembahan itu ditujukan. Oleh karena Tuhan ada dimana-mana dan kasih Tuhan melalui bermacam-macam benda, maka terima kasihpun disampaikan melalui benda yang menjadi perantara kasih itu. Darimana datangnya kasih, melalui itu pulalah terima kasih itu disampaikan.
Tidak ada yang tahu apa rahasia Tuhan, mengapa hidup ini harus ditunjang dengan kehidupan pula. Namun walaupun demikian tidak ada yang mengingkari bahwa Tuhanlah pemilik tunggal seluruh isi alam ini. Oleh karena itu wajarlah kalau kita kembalikan kepada Tuhan apapun yang kita perbuat dan apapun yang kita makan untuk hidup. Agama Hindu mengajarkan penyucian terhadap pikiran, perkataan dan perbuatan dengan jalan mengabdikan semuanya itu demi Tuhan. Inilah sebab lahirnya berjenis-jenis upacara persembahan sebagai perwujudan perbuatan, karena merasa belum puas kalau melukiskan dengan pikiran dan kata-kata saja.
Filsafat Nyaya menyatakan bahwa keyakinan akan adanya Hyang Widhi didapat melalui empat pramana (pengetahuan), yaitu:
1. Agama Pramana (mempelajari kitab-kitab suci)
2. Pratiyaksa Pramana (merasakan atau mengalami langsung dengan jelas dan nyata)
3. Anumana Pramana (menarik kesimpulan berdasarkan logika dari unsur-unsur gerakan, sebab-akibat, keharusan, kesempurnaan, dan keteraturan)
4. Upamana Pramana (analogi, yaitu kesimpulan berdasarkan perbandingan dari unsur-unsur metafora/ penciptaan, struktural/ bahan penciptaan, dan kausal/ akibat dari suatu sebab)
Setelah meyakini kebesaran dan kekuasaan Hyang Widhi maka manusia mencari jalan menuju kepada-Nya melalui catur marga:
1. Bhakti Marga (menyembah, memuja, menghormati, dan menyayangi)
2. Jnana Marga (mempelajari kitab suci sebagai sumber ilmu pengetahuan kemudian menyebarkannya kepada umat seluas-luasnya)
3. Karma Marga (bekerja, berbuat mencapai tujuan hidup dilandasi ajaran Weda)
4. Yoga Marga (olah badan dan pikiran untuk menghubungkan atma dengan parama atma)
Ada empat jalan yang bisa ditempuh untuk mencapai tujuan moksartham jagaditha. Yakni bersatu atau menunggalnya atma dengan Tuhan. Adapun penjelasan dari Catur Marga itu ialah sebagai berikut :



1. Bhakti Marga
Mengutamakan penyerahan diri dan pencurahan rasa. Bhakti artinya cinta kasih. Istilah bhakti itu digunakan untuk pernyataan cinta kepada sesuatu yang lebih dihormati, misalnya kehadapan Ida Shang Hyang Widhi, kepada Negara, ataupun pribadi-pribadi yang dihormati. Ajaran bhakti marga adalah ajaran yang langsung dan riil mencari Tuhan, ajaran yang alamiah,ajaran yang mudah diterima dan dilaksanakan oleh orang awam, ajaran yang sejak dari permulaan, pertengahan dan akhir tetap bergerak di dalam getaran cinta kasih. Ajaran bhakti adalah ajaran yang mudah dilaksanakan oleh segala tingkat dan sifat manusia. Baik orang miskin maupun orang kaya, orang pandai maupun kurang pengetahuan, petani, padagang, maupun pejabat pemerintahan semuanya bias menempuh jalan ini. Karena itu bhakti marga langsung menikmati buahnya agama, dimana cinta sebagai alat dan cinta juga sebagai tujuan. Seorang Bhakta (penganut bhakti marga) adalah orang yang penuh cinta kasih, cinta kepada Tuhan, cinta kepada alam semesta ciptaan Tuhan ini. Bagi seorang Bhakta tidak perlu tahu apakah Tuhan itu baik atau buruk, apakah Tuhan itu kecil atau besar, kuasa atau tidak kuasa, yang penting bagi mereka Tuhan itu ada dan Tuhan itu adalah yang dicintai. Seorang Bhakti mencintai Tuhan bukan karena ingin mendapat imbalan supaya masuk sorga ataupun moksa, karena bagi mereka kebahagiaan tertinggi itu adalah bercinta dengan Tuhan. Bhakti marga mrnggunakan rasa sebagai sarana, cinta yang alamiah tetapi melua – luap, rasa cinta yang mengalir seperti aliran sungai yang bergerak dengan deras karena rindunya bertemu dengan lautan. Dapat pula diumpamakan seperti tumbuh – tumbuhan merambat yang lemah yang melilit dengan setianya pada kayu besar dari bawah sampai ke puncak, begitu pulalah seorang bhakti marga yang melekatkan diri pada Tuhan tidak pernah melepaskan diri sekejappun. Walaupun sebagai manusia awam yang tidak tahu apa- apa, tetapi dengan bhakti mereka menyatukan diri dengan Tuhan. Orang tidak terpelajarpun dapat melaksanakan bhakti, jalan bhakti tidak menggunakan akal, orang terpelajarpun kalau menempuh bhakti marga dia melepaskan akalnya. Kalau tidak demikian maka akalnya ini akan bisa menjadi penghalang peningkatan rasa mereka. Contohnya jika seorang terpelajar sembahyang di Pura dimana dia melihat patung kayu yang harus dia puja, maka jika akal mereka ikut bicara mereka menjadi ragu – ragu akan kebenaran Tuhan yang ada di patung kayu ini (pratima), akibatnya rasa bhaktipun tidak mantap. Hamper semua agama-agama besar yang ada di dunia adalah berdasarkan pada cinta kasih atau bhakti marga, jalan ini disamping mudah,wajar juga bagi semua lapisan bias melaksanakannya dan bahayanyapun kurang. Adapun gejala-gejala bhakti dalam kehidupan sehari-hari :
>>Kerinduan Untuk Bertemu
Sebagaimana halnya orang yang jatuh cinta maka setiap saat rasanya dia ingin mengunjungi kekasihnya, dia rindu untuk bertemu menyampaikan rasa hatinya. Di dalam agama keinginan untuk bertemu itu diwujudkan dengan sembahyang. Demikianlah orang yang sudah tergetar dengan cinta (bhakti) kepada Tuhanakan melaksanakan persembahyangan dengan taat, dan setiap saat sembahyang tiba dia merasakan kerinduan yang mendesak. Itulah tanda – tanda orang yang sudah memulai bhakti marga. Sebelum rasa yang demikian dirasakan maka secara jujur belum bolehlah seseorang menyebut dirinya bhakti, meskipun mereka sembahyang seribu kali sehari. Sembahyang tanpa dorongan kerinduan walaupun seratus kali sehari dilakukan, tidak akan banyak memberikan manfaat, apalagi sembahyang sekadar ikut-ikutan atau terpaksa.,adalah perbuatan yang sia-sia. Kesungguhan dan kemantapan adalah dasar utama untuk dapat merealisasi Tuhan dalam pikiran.

>>Keinginan Untuk Berkorban
Rasa bhakti atau rasa cintalah yang melahirkan suatu keikhlasan untuk berkorban.
2. Jnana Marga
Jnana artinya kebijaksanaan filsafat(pengetahun). Jnana Marga artinya mempersatukan jiwatma dengan Paramatma yang dicapai dengan jalan mempelajari ilmu pengetahuan dan filsafat pembebasan diri dari ikatan – ikatan duniawi. Untuk melepaskan ikatan – ikatan ini haruslah kita megarahkan segala pikiran kita, memaksanya pada kebiasaan-kebiasaan suci, akan tetapi bila kita ingin memberi sesuatu bentuk kebiasaan suci pada pikiran kita, akhirnya pikiran harus menerimanya, sebaliknya bila pikiran tidak mau menerimanya maka haruslah kita akui segala pendidikan yang kita biasakan itu tidak ada gunanya.
Pada hakikatnya manusia adalah atman dan atman adalah Brahman. Ketidaktahuan manusia telah menyebabkan manusia tidak lelap dipangkuan maya, dibuai dengan mimpi penuh dengan adegan suka dan duka. Jnana mengajarkan “siapa saya” dan “bagaimana saya mengenali diri saya”.
Jnana Marga menyerukan “bangunlah dan sadarlah, sudah lama kita tertidur lelap” “hapuslah belenggu maya ini dengan sinar ilmu pengetahuan seperti sinar matahari yang mengusir kegelapan”. Kemelakatan terhadap benda – benda duniawi telah mengotori pikiran manusia, sehingga tidak mengenal diri sendiri. Seperti kaca yang ditutupui debu, berapa kalipun kita berkaca tidak akan melihat muka kita sebenarnya. Gosoklah dengan ilmu pengetahuan dan bersihkanlah dengan kesucian maka kita akan tahu bahwa kita adalah atma yang abadi dan maha tahu. Pengetahuan adalah sifatnya atma, pendidikan dan pengajaran yang diberikan oleh guru hanya sekedar pancingan agar pengetahuan yang ada dalam atma itu sendiri bangkit dan bangun. Seperti orang luka yang diobati dengan salep, bukanlah salep yang berubah menjadi daging, salep hanya merangsang agar daging tumbuh dari dalam. Upacara Naga Banda yang dilakukan oleh raja-raja pada jaman dahulu di Bali mempunyai maksud yang sama. Naga adalah simbul benda-benda duniawi seperti apa yang disebutkan dalam Ananta Bhoga Stawa, Basuki Stawa dan Taksaka Stawa. Naga Ananta Bhoga adalah simbol tanah yang memberikan sandang, pangan dan papan yang tidak habis-habisnya. Naga Basuki adalah adalah simbul air, sungai-sungai dan lautan yang memberikan keselamatan. Naga Taksaka adalah simbul udara, tempat kita bernafas, dengan prana yang memberikan kehidupan. Seorang raja yang berkuasa, bahkan setiap orang dari manusia pada waktu hidupnya diikat oleh kebutuhan terhadap makanan, air dan udara. Bila sudah meninggal semua kebutuhan itu harus dilepaskan. Ikatan yang berupa kemelakatan terhadap benda-benda dunia ini harus diputuskan. Itulah sebabnya Naga Banda itu sehari sebelum pembakaran mayat dihidupkan dan segera setelah mayat akan dibakar maka simbul Naga Banda itu dipanah (dibunuh) oleh pendeta. Pendetalah yang melakukan hal tersebut karena sifat yang dimiliki Pendeta adalah sifat satwa, tindakan pendeta ini adalah untuk memancing sifat sattwa dari roh orang yang mati itu, agar bangkit. Kata “Naga Banda” yang berarti diikat oleh Naga adalah simbul keterikatan terhadap benda-benda duniawi. Keterikatan inilah sekarang diputuskan oleh sifat sattwa yang ada dalam diri orang mati itu sendiri. Selama manusia masih mencintai benda duniawi ini, selama itu dia tetap terikat dan akan kembali ke bumi berinkarnasi.


Demikian pengetahuan memang sudah ada dalam diri manusia,. Pendidikan hanya menggosok kotoran yang menutupi, sehingga pengetahuan itu muncul seperti karang yang ditutupi salju.sinar matahari akan melelehkan lapisan salju sehingga tampak wujud karang yang sebenarnya, begitulah sinar ilmu yang diajarkan akan mengikis ketidaktahuan. Ajaran yang diberikan oleh guru hanya pancingan bukan tempelan. Kalau ajaran itu bersifat tempelan, maka murid akan mempunyai kepandaian yang sama persis seperti apa yang diberikan. Ajaran yang diberikan oleh guru akan bereaksi di otak si anak sesuai dengan karma(pengalaman) yang telah dimiliki, itulah sebabnya kemampuan murid-murid berbeda. Menurut Upanisad tidak ada manusia yang bodoh, karena itu dipakai istilah Avidya, kurang tahu.pada hakikatnya manusia maha tahu. Kesadaran akan hakikat diri adalah sangat penting, karena hal itu merupakan modal pertama untuk bangkit menuju Tuhan. Jangan larut dalam kepasrahan, karena semuanya itu hanyalah maya, tetaplah tegak, janganlah goyah, seperti langit yang tetap biru biarlah awan lewat silih berganti, Karena apa yang ada dia selalu datang dan pergi semuanya bersifat sementara.

3. Karma Marga
Karma berarti perbuatan. Karma Marga adalah ajaran yang menekankan pada pengabdian atau jalan untuk mencapai moksa (bersatunya Atman dengan Brahman), dengan selalu berbuat baik, tetapi tidak mengharapkan balasan atau hasilnya untuk kepentingan diri sendiri (amerih sukaning awah). Dalam Karma Marga, kita sebagai umat Hindu setiap tindak tanduk kita melakukan karya harus demi kepentingan masyarakat banyak dan jangan ada suatu keinginan untuk menikmati hasilnya, sebab kalau kita selalu berpikir hasilnya akan timbul keterikatan-keterikatan, kalau keterikatan telah tumbuh dalam jiwa kita, maka ketenangan akan menjauh dari kenyataan, sehingga jiwa kita akan diracuni oleh Sad Ripu yaitu enam musuh utama manusia yang terdiri dari Kama, Lobha, Mada, Moha,Kroda, Matsarya (hawa nafsu,loba,kemarahan,kemabukan,kebingungan,irihati). Didalam Bhagawad Gita disebutkan bahwa berulang kali Krisna berkata kepada Arjuna, lakukan tugasmu, lakukanlah pekerjaan yang benar tetapi jangan ingin menikmati hasil pekerjaan itu. Tujuan Krisna memberikan wejangan kepada Arjuna agar jangan melihat hasilnya adalah, kita sebagai pelaku benar-benar dalam bekerja semua perbuatan kita yaitu karma diubah menjadi Yoga sehingga kegiatan tersebut membawa kita menuju persatuan dengan Tuhan maka ini disebut dengan Karma Marga Yoga. Apabila seseorang sudah dapat melakukan pekerjaan tanpa melihat hasilnya maka ia akan menjadi orang yang benar-benar bijaksana (Stithaprajna), yang tidak terpengaruh dengan keadaan suka dan duka atau gembira dan sedih.
Perbuatan adalah karma , setiap orang lahir dari karma, hidup dalam karma dan mati dalam karma, karma sumber dari baik dan buruk dosa atau kebajikan, laba atau rugi, kebahagiaan atau kesedihan, sebenarnya karmalah penyebab kelahiran, maka karma dalam kehidupan merupakan masalah yang sangat penting.
4. Yoga Marga
Mengajarkan pengendalian diri dan konsentrasi, serta menggunakan pikiran sebagai alat. Oleh karena itu pengenalan terhadap pikiran itu sangat penting. Berhasil atau tidaknya tergantung dari berhasil atau tidaknya kita mengendalikan mengalahkan pikiran. Untuk bisa mengalahkan, pertama-tama kita harus tahu medannya, dan sebenarnya pikiran itu, bagaimana sifatnya, apa fungsinya. Setelah itu baru kita menyusun strategi, bagaimana taktik untuk mengendalikan, dan apa sarana yang bisa digunakan untuk menundukkan.

 Dasar-Dasar Yang Diperlukan Dalam Pemusatan Pikiran
Baik untuk pemusatan pikiran ke luar maupun ke dalam, diperlukan beberapa dasar yang melatarbelakangi pikiran, agar jangan pemusatan pikiran itu menimbulkan akibat negatif baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Adapun beberapa dasar yang diperlukan tersebut adalah :
 Kesucian, baik kesucian kahir maupun kesucuan bathin.
 Kesabaran berlatih dengan penuh disiplin serta mematuhi ketentuan-ketentuan dan aturan yang diberikan.
 Memiliki kepuasan bathin, dan kemauan yang keras sebagai senjata untuk mengendalikan pikiran.
 Memiliki kemampuan untuk mengendalikan pikiran.

 Pengendalian Pikiran
Demikianlah goyahnya pikiran itu tidak pernah diam. Demikian cepatnya pikiran itu bergerak lebih cepat dari angin demikian banyaknya keinginan itu, lebih banyak dari rumput. Lebih mudah menaklukkan seribu orang musuh daripada menaklukkan pikiran. Bhagawadgita mengajarkan agar kita menempuh 2 jalan untuk mengendalikan, yaitu: Abhyasa dan Vairagya. Abhyasa yoga adalah yoga melalui praktik. Cobalah praktikkan sehari-hari, kendalikan sedikit demi sedikit hingga menjadi kebiasaan. Pikiran yang baik, kalau terus dipupuk akan menjadi kebiasaan dan kegemaran, dan bila ada pikiran tidak baik datang dari orang lain, akan ditolak dengan sendirinya.
Jalan kedua adalah Vairagya. Vairagya adalah meniadakan motif kesenangan duniawi, dengan jalan membebaskan diri dari keterikatan. Jika kita memandang matahari, sedikitpun tidak akan percaya bahwa bumi kitalah yang berputar mengitari matahari, bukan sebaliknya. Pikiran kita tidur lelap dipangkuan maya, dibuai kepalsuan. Bila usia sudah dewasa, sudah saatnyalah sekali-sekali kita melihat ke dalam, ke dalam diri kita sendiri, yang penuh dengan misteri. Dengan demikian kita akan dapat memperbandingkan, kebenaran di luar dengan kebenaran di dalam, keindahan dunia luar dengan keindahan bathin. Sebelum orang tahu manisnya madu, orang belum bisa menilai manisnya gula. Bila orang telah menikmati turta kamandalu, maka rasa airpun tidak ada artinya.
Vairagya mengajarkan kita agar melepaskan rantai ikatan duniawi sedikit demi sedikit, dengan menggantinya dengan ikatan kepada Tuhan. Ikatan pada dunia yang selau berubah, menjadikan selalu goyah, seperti ombak lautan yamh selalu bergelora.
Keempat jalan Catur Marga ini tidak dilaksanakan sendiri-sendiri, namun serentak menurut perimbangan bobot kemampuan masing-masing. Dalam menempuh catur marga itu ada rambu-rambu Agama yang patut dilaksanakan antara lain:
1. Catur Purushaarta: dharma, artha, kama, dan moksa, yang urutannya tidak boleh ditukar karena tiada artha dapat diperoleh tanpa melalui dharma; tiada kama diperoleh tanpa artha, seterusnya tiada moksa diperoleh tanpa melalui dharma, artha, dan kama.
2. Sistacara: kehidupan suci yang membentuk susila.

3. Sadacara: taat pada peraturan atau perundang-undangan yang sah.
4. Atmanastusti: memelihara hati nurani yang suci.
5. Menjauhkan diri dari Sad Tatayi: agnida (membakar rumah atau memarahi seseorang), wisada (meracun orang), atharwa (memakai ilmu hitam), sastraghna (mengamuk), dratikrama (memperkosa), rajapisuna (memfitnah)
6. Waspada pada Sad Ripu yang ada pada diri kita: kama (nafsu), loba (serakah), kroda (marah), mada (mabuk), moha (sombong), matsarya (cemburu, dengki, irihati).
7. Laksanakan Trikaya Parisudha: kayika (perbuatan yang baik, yaitu: tidak membunuh, mencuri, berzina); wacika (perkataan yang baik, yaitu tidak berkata-kata kasar, kotor dan fitnah, serta berkata jujur); manacika (pikiran yang baik, yaitu: tidak dengki dengan kepunyaan orang lain, percaya dengan hukum karma phala, dan sayang kepada semua mahluk).
8. Senantiasa melakukan Asada Brata: dharma (taat pada hakekat kebenaran), satya (setia pada nusa, bangsa, negara), tapa (mengendalikan diri), dama (tenang dan sabar), wimatsarira (tidak dengki, iri, serakah), hrih (punya rasa malu), titiksa (tidak gusar), anasuya (tidak bertabiat jahat), yadnya (berkorban), dana (dermawan), dhrti (mensucikan diri), ksama (pemaaf).
9. Kemampuan mengendalikan Dasa Indria: srotendria (pendengaran), twakindria (alat peraba/ kulit), granendria (penciuman), caksundria (penglihatan), wakindria (lidah), panindria (gerakan tangan), payundria (membuang kotoran), jihwendria (gerakan kaki), pastendria (alat kelamin).
10. Mengendalikan diri melalui Yama Brata: anrsamsa (tidak egois), ksama (pemaaf), satya (setia), ahimsa (tidak membunuh/ menyakiti), dama (sabar dan tenang), arjawa (tulus ikhlas), pritih (welas asih), prasada (tidak berpikir buruk), madhurya (bermuka manis secara tulus), mardawa (lemah lembut).
11. Menegakkan disiplin melalui Niyama Brata: dana (dermawan), ijya (bersembahyang), tapa (mengendalikan diri), dhyana (menyadari kebesaran Hyang Widhi), swadhyaya (rajin belajar), upasthanigraha (menjaga kesucian hubungan sex), brata (mengekang nafsu), upawasa (puasa), mona (berbicara hati-hati), snana (menjaga kesucian bathin).
12. Mengatur kehidupan dalam Catur Ashrama, yaitu: brahmacari (belajar/ menuntut ilmu), griya hasta (berumah tangga dan mengembangkan keturunan), wanaprasta (mengurangi ikatan kepada kenikmatan dunia), bhiksuka (mensucikan diri dengan mewinten/ mediksa).
Apabila keempat marga dilaksanakan dengan baik maka manusia akan memiliki sad guna:
1. Sandhi (mudah keluar dari kesulitan hidup)


2. Wigrha (berpengaruh)
3. Jana (perkataannya dituruti)
4. Sana (selalu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan)
5. Wisesa (bijaksana, berwibawa, mudah menaklukan adharma)
6. Srya (mendapat simpati/ disenangi)
Pribadi-pribadi yang dalam keadaan sad guna akan membiaskan vibrasi pada kelompok manusia yang ada di sekitarnya sehingga terwujudlah masyarakat yang bercirikan:
1. Satyam (taat beragama)
2. Siwam (kasih sayang)
3. Sundaram (sejahtera materiil dan immateriil)
Satyam, Siwam, Sundaram adalah unsur-unsur yang sangat menentukan upaya manusia mencapai moksartham jagadhita (kebahagiaan lahir/ bathin).




















BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dari uraian mengenai keyakinan terhadap Tuhan maka dapat disimpulkan bahwa, semua orang tentunya memiliki keyakinan terhadap adanya Tuhan, walaupun keyakinan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Begitu mulia Tuhan, Ida Shang Hyang Widhi yang maha segala-galanya di dunia ini dengan keagungan sifat-sifat yang dimilikiNya. Keyakinan terhadap Tuhan sangat penting,karena merupakan suatu keyakinan terhadap kelangsungan hidup. Manusia meyakini Tuhan, karena Tuhan menjadi tolak ukur bagi setiap tindakan yang diambil manusia, dan menjadi tujuan akhir dari perjalanan hidup di dunia. Wujud pelaksanaan meyakini Tuhan dapat dilakukan dengan mencari jalan menuju kepadaNya melalui C atur Marga.

3.2 Saran
Dalam kehidupan ini perlu adanya keyakinan. Penulis memberikan saran kepada para pembaca setelah membaca makalah ini untuk :
 Meningkatkan keyakinan diri untuk memahami Tuhan.
 Setiap orang dapat mewujudkan keyakinannya dalam wujud pelaksanaan seperti berbakti pada Tuhan.






















DAFTAR PUSTAKA


Cudamani.1993. Pengantar Agama Hindu. Jakarta:Hanuman Sakti
Cudamani.1987. Bagaimana Umat Hindu Menghayati Tuhan Yang Maha Esa. Jakarta:Yayasan Wisma Karma
Pudja,Gede,MA.,SH.1992. Theologi Hindu. Jakarta:Yayasan Dharma Sarathi
Punyaatmadja,Oka I.B,DRS. 1992. Panca Sradha. Jakarta:Yayasan Dharma Sarathi

Jika Sobat menyukai Artikel di blog ini, Silahkan masukan alamat email sobat pada kotak dibawah untuk berlangganan gratis via email, dengan begitu Sobat akan mendapat kiriman artikel terbaru dari Media Pendidik dan Pendidikan


Artikel Terkait:

0 Komentar
Tweets
Komentar

0 comments:

Post a Comment

Komentar anda sangat menentukan keberlangsungan blog ini.
Apabila anda tidak punya akun, gunakan anonymous
Apabila anda punya, gunakan Nama/URL
»Nama: diisi dengan nama anda
»»URL: diisi dengan alamat web, alamat email, dsb